Hai hai hai.. Ya ya ya.. :v. Opening yang
awkward sekalee. Dari judulnya pasti kalian sudah tau, bahwa post kali ini akan
berbicara tentang makanan Linux. Linux disini bukan makanan khas dari
daerah Zimbawe bagian barat. Tapi Linux disini adalah sebuah system operasi
yang lumayan asing bagi orang Indonesia.
Kalau begitu saya jelaskan sedikit saja tentang
linux, kalo kepanjangan jadi makalah. Jadi, Linux ini merupakan Sistem Operasi
berbasis UNIX. Apa itu UNIX ? Cari di Wikipedia :v. Lanjut, Linux ini merupakan
sistem operasi yang terbuka atau bahasa kerennya open source, yang berarti tiap
orang bisa mengembangkan dan mendistribusikan secara bebas.
Linux dikembangkan pada tahun 1991 oleh om
Linus Trovald. Awalnya Linux ini dibuat untuk server. Linux pun bisa dijalankan
dimanapun, kecuali di aspal. PlayStation ? Bisa, E-Reader ? Bisa, Hape ? Bisa,
Android itu buktinya. Kenapa Linux bisa tenar ? Karena dia GRATIS (sebagian
besar) dia gak bergantung pada vendor, karena gratis otomatis biaya maintenance
nya murah, serta kompabilitas tinggi.
Dewasa ini, etdah bahasanya :v. Sekarang ini,
Linux pun banyak digunakan pada PC rumahan, Handphone, Drone, dan IOT yang lagi
kekinian. Mungkin kapan-kapan saya bahas IOT lebih dalam. Yang ingin saya
perjelas di artikel ini adalah Linux for PC rumahan.
Pertama saya mengawali main Linux karena
diracunin sianida temen saya. Yang jelas lebih tua, daridulu memang saya
suka berteman ngobrol dengan seseorang yang lebih tua, entah mengapa. Pertama
saya tanya-tanya tentang Linux karena beliau sudah lama pake Linux, dari tahun
2007 kalau gak salah. Beliau menyarankan saya untuk memakai Ubuntu. Saya kaget,
pertama saya pikir Ubuntu merupakan singkatan dari Usus Buntu atau Uang Buntu.
Ya maklum, anak baru masuk SMP. Seri yang saya pakai adalah 12.04 tapi sudah
ada ekornya, 12.04.2 mungkin, dengan senang hati beliau membuatkan live usb
yang sudah diracik dengan sianida lagi begitu indahnya, built in
aplikasi yang namanya aneh-aneh dan asing tapi saya suka.
Saya datang kerumah beliau duduk dan menyalakan
laptop, dan mungkin saya separuh gila dan antusias, saya langsung single boot.
NEKAT BANGET. Karena laptop saya keluaran baru (pada masanya), jadi BIOS nya
sudah digantikan menjadi UEFI. Karena pada waktu itu dukungan untuk UEFI masih
sangat minimalis, akhirnya saya yang masih lugu ini belajar bios. Cara
mematikan UEFI dengan baik dan benar sehingga tidak terjadi ledakan dari laptop
ini.
Setelah berhasil, akhirnya instalasi pun
dimulai. Rasa deg-degan dan kebelet menjadi satu kesatuan yang membuat hati ini
risau. Ketika usb ditancapkan di laptop lucu ini, dengan yakin dan mantap saya
menekan tombol power. Dan ya, bisa dipastikan bahwa laptop berhasil menyala dan
tidak ada korban jiwa. Kagum, heran, bingung, dan takjub ketika melihat splash
screen Ubuntu bewarna ungu tua muncul dihadapan saya. Hati mulai berdebar lagi,
saya curiga, apakah saya jatuh cinta terhadap laptop saya.
Tak menunggu sampai saya dapat jodoh, Desktop
Ubuntu berhasil nongol didepan saya. Dengan wallpaper cabe hijau yang maknanya
masih saya renungkan sampai saat ini. Dengan mantap, saya keliling desktop
dengan mengarahkan kursor kesemua arah, mencoba berbagai aplikasi yang saya
tidak kenal. Dan akhirnya memutuskan untuk install. Langkah pertama yang saya
lakukan adalah cuci tangan, lalu pegang stop kontak menghapus partisi
windows, memulai semua dari awal :’). Mengubah format sistem dari GPT menjadi
MBR membuat beberapa partisi untuk boot, root, data, serta swap. Setelah
selesai, saatnya memasang Ubuntu. Dikala proses pemasangan saya menggunakan
bahasa Inggris, biar gaul. Setelah klik sana klik sini, tiba disaat penentuan,
menentukan lokasi pemasangan Ubuntu. Berbeda total dengan Windows, disini
menggunakan dev/sda/x yang kalau salah-salah bisa merusak data dan masa depan. Maka
dari itu saya bertapa untuk memastikan langkah yang saya ambil sesuai dengan
kodrat pemasangan Ubuntu. Setelah selesai, maka lanjut ketik ketik dan install.
Menunggu, tidak selama menunggu jawaban doi, Ubuntu pun berhasil di install dan
saya pulang.
Selama berbulan-bulan saya mulai menghabiskan
kuota dan waktu untuk eksplorasi Linux, download iso dan membuat live usb
menjadi kegiatan sehari-hari. Malah pernah dalam satu hari, menginstall 3-4
Sistem Operasi. Untungnya flashdisk pada masa itu masih awet, tidak seperti
sekarang yang mudah rusak. Distro yang pernah saya gunakan antara lain adalah Ubuntu, Kubuntu, Lubuntu,
Xubuntu, Linux Mint, openSUSE, Fedora, Antergos, Manjaro, Puppy Linux,
Peppermint Os, Pear OS yang plek ketiplek dengan MacOS, dan lain-lain yang lupa
karena terlalu banyak.
Kegiatan itu berakhir ketika saya kelas 8 SMP.
Karena saya butuh aplikasi yang bisa jalan di Windows maka saya memutuskan
untuk libur main Linux. Akhirnya main linux lagi pada waktu libur sekolah,
mulai mencoba yang baru. Siklus seperti itu terus terjadi sampai saya lulus
kemaren.
Itu sepenggal cerita dulu, zaman SMP lah. Sekarang
di SMK sebagai anak Multimedia, pasti saya akan kembali akrab dengan Linux
entah itu kapan. Jadi apa salahnya untuk akrab duluan dengan Linux. Untuk
artikel ini dipisah menjadi beberapa bagian. Karena kalo dijadiin satu
kepanjaaanggaann. Sepanjang jalan kenangan dong, eh, duh, baper. Yaudah deh
lanjut di next post. Babaii. Ciao!